Selasa, 22 Desember 2015

Hari Ibu

Hari Ibu..
Sepatutnya, semua hari adalah Hari Ibu
Kau tahu kawan?
Akan ada dimana banyak hari memanglah Hari Ibu
Hari-hari dimana kau akan rasakan tentang rindu yang tak pernah luruh, rindu yang membeku utuh
Jika ada hangat yang kau rasakan, coba rabai sudut-sudut matamu, atau usap kedua pipimu
Rindumu pun menjadi rindu yang basah, seakan rindu yang tak bermuara
Ah, semoga ini hanya rasaku saja

Jika ibumu masih ada, temui ia, beri sapa
Bercerita lah tentang apa saja kepadanya
Atau pasang telingamu untuk celotehnya yang mungkin itu-itu saja

Kau tahu?
Sekedar sapa dari anak-anaknya yang mulai beranjak remaja bahkan dewasa bisa membuatnya sangat bahagia
Ia bahkan tak muluk berharap sekedarnya saja dari anak-anaknya yang telah berumahtangga
Tapi sungguh, jangan lah berikan hanya sekedarnya saja
pada ia yang do'a-do'anya tak pernah luput dari namamu
pada ia yang berjerih payah dan abaikan perih demimu
pada ia yang mungkin telah melewati banyak waktu merindu sekedar sapamu

Kelak.. 
Kelak kau akan tahu tentang rasa kehilangan yang tak akan pernah tergantikan...

Jumat, 04 Desember 2015

menangkap nilai eksklusif Jambore Relawan Sekolah Raya 2015

Keriuhan peserta Jambore Relawan masih terasa usai gelaran Jambore Relawan Sekolah Raya 2015, 28 – 29 Nopember yang lalu. Mulai dari timeline yang diwarnai foto-foto selama acara, hingga notifikasi dari group whatsapp yang dalam per sekian menit bisa mencapai puluhan.  

dokumentasi foto: Sekolah Raya
Bagi saya, satu dari banyak hal paling menarik yang saya temui dalam Jambore Relawan tahun ini adalah hadirnya satu komunitas difabel yang diwakili oleh duo kakak beradik Sofa Sofia dan Ahmad Yusuf dari Youth for Diffable. 
Kehadiran mereka yang baru datang pada sore hari di hari pertama sempat menyita perhatian pendiri Sekolah Raya –Agustian-, saat mengikuti sesi materi. Sekilas, mereka terlihat asik ngobrol berdua saja ditengah narasumber sedang menyampaikan paparan materi. Sempat terusik dengan polah mereka tersebut, Om Agustian pun diam-diam memperhatikan keduanya dengan seksama. Ternyata sang adik -Yusuf- sedang menterjemahkan paparan narasumber ke dalam bahasa isyarat, kepada kakaknya yang mengalami gangguan fungsi pendengaran.  

Menarik, karna kami tidak mengira bahwa satu dari dua perwakilan Youth for Diffable yang datang benar-benar penyandang difabilitas. Melihat kembali ekspresi mereka dalam sejumlah rekaman foto

Minggu, 02 November 2014

saat “kabar baik” adalah nyanyian duka..

“akhirnya berangkat malam ini menjenguk Ibu di Jogja. Yang sudah diperbolehkan pulang setelah bolak balik ICU selama dua minggu ini. Alhamdulillah.” Air mata saya mulai mengambang mendapati kalimat tersebut dari update status FB seorang kawan. Dan perlahan kekhawatiran  mulai merayap, pelan namun sangat kuat. Seluruh ingatan tentang kejadian serupa tiba-tiba datang melekat.

Bagaimana tidak, masih segar dalam ingatan saya tentang kesehatan almh. Ibu yang tiba-tiba tampak membaik di hari terakhirnya. Padahal kurang lebih selama seminggu sebelumnya, maag yang diderita Ibu kambuh. Dampaknya lambung Ibu kesulitan menerima makanan, mual tak berkesudahan, lemas, sehingga aktivitasnya lebih banyak di tempat tidur. Beliau pun terpaksa meninggalkan puasa Ramadhannya. Menolak untuk dirawat di rumah sakit. Namun di hari terakhirnya,